Implementasi Teknologi Konstruksi Sistem Rumah Tahan Gempa pada Bantuan Stimulan Bahan Baku Bangunan Ancaman Bencana Tanah Longsor
Penulis : Dwi Wantoro Ardya
BPBD Kabupaten Bantul, Jalan KH. Wakhid Hasyim Palbapang Bantul telp .0274-6462100 / bpbd.bantulkab@go.id
Abstrak
Bencana yang terjadi semakin meningkat, tidak hanya bencana yang ditimbulkan oleh alam tetapi bencana yang ditumbulkan oleh ulah manusia itu sendiri. Kabupaten Bantul mempunyai Sembilan ancaman bencana yang dapat terjadi yaitu gempa bumi, kebakaran, tanah longsor, angin ribut, banjir, abrasi, gelombang pasang, kekeringan dan tsunami. Menyadari bahwa risiko bencana di Kabupaten Bantul sangat beragam maka studi pemetaan resiko bencana telah dilakukan oleh BPBD Kabupaten Bantul.Upaya pengurangan resiko bencana dengan Sistem Nasional Penanggulangan Bencana berdasarkan Undang–Undang Republik Indonesia No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, merupakan amanah yang harus segera diimplimentasikan pada tugas–tugas pokok pemerintah daerah. Masyarakat yang membangun rumah setelah usai program rehabilitasi dan rekonstruksi, tidak ada lagi pendampingan dari perguruan tinggi, LSM, Donatur, Perkumpulan Ahli ataupun perorangan, diperkirakan masyarakat luas membangun tidak berdasarkan kaidah-kaidah bangunan tahan gempa, namun membangun rumah dengan sekehendaknya sendiri. Hal ini dapat dipahami dengan mendekatan sosial bahwa yang membangun rumah tahan gempa adalah orang-orang yan menjadi korban gempabumi, baik kerusakan kecil, sedang maupun berat. Dengan pendampingan dari berbagai elemen baik pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri. Pembangunan rumah tinggal sederhana tanpa pengetahuan dan ketrampilan pengurangan risiko bencana dapat menimbulkan korban jiwa diwaktu-waktu mendapat bila terjadi peristiwa gempabumi. Dari penelitian-penelitian tentang konstruksi sistem rumah tahan gempa yang sudah ada kemudian diimplementasikan pada bantuan stimulan bahan baku bangunan ancaman bencana tanah longsor. Pemberian bantuan stimulant dilakukan di desa Wonolelo Pleret yang memiliki ancaman terhadap tanah longsor.
Latar belakang
Peristiwa gempa bumi disusul gelombang tsunami di Nangro Aceh Darul Salam pada tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah telah banyak menelan korban jiwa, sarana dan prasarana, lingkungan, penghidupan dan kehidupan , masa depan , budaya, politik dan pertahanan keamanan . Kedua Pemerintah Daerah tersebut diatas tidak pernah menduga akan terjadi bencana yang demikian besar dan banyak korban.Di Kabupaten Bantul, hanya memiliki Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) yang tidak memiliki peralatan dan sumber daya manusia penanggulangan bencana.
Gempa bumi merupakan fenomena alam biasa sama dengan fenomena alam yang lain seperti hujan, angin, gunung meletus dan sebagainya.Menyusul terjadinya gerakan – gerakan plat tektonik pada proses pembentukan bumi, maka sejak itulah proses terjadinya gempa bumi mulai terjadi (Widodo,2012 ).
Diantara pengaruh gempa bumi yang lebih menakjubkan adalah ombak laut seismic atau tsunami.Tsunami dikenal mampu menjelajahi panjang dan luas lautan.Ombak laut siesmik mengumpul pada garis pantai terdekat atau ribuan mil dari tempat dimana sebuah gempa bumi menyebabkan timbulnya ombak tersebut (L.Don & Florence Leet,1964)
Hikmah dari bencana gempa bumi dan tsunami adalah penyadaran kepada umat manusia , bahwa ternyata bumi mengalami proses yang terus menerus dan membutuhkan keseimbangan agar bumi tetap melaksanakan fungsi sebagai makhluk Allah swt. Penyadaran bahwa manusia dapat hidup dengan alam sekalipun alam kadang menimbulkan bencana, namun alam juga meberikan segala sesatu yang di butuhkan oleh manusia. Manusia diwajibkan untuk berusaha melakukan pengurangan resiko bencana dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kebencanaan agar dapat meminimalkan korban . Hikmah yang lain dari peristiwa gempa bumi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian wilayah Jawa Tengah, tanggal 27 Mei 2006 adalah merupakan proses pembelajaran kolektif yang disistimatikan dalam satu kerangka tertentu.Kerangka ini meliputi dua aspek utama yakni:1) tahap-tahap dalam penanggulangan bencana; dan 2) prinsip-prinsip good govermance (Setiawan,2007). Bantul merupakan salah satu kabupaten di Indonesia dengan Indek Rawan Bencana memiliki skor 90 yang berarti kelas rawan tinggi dan rangking nasional menduduki peringkat 49. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menduduki urutan 15 sebagai propinsi rawan bencana multi hazard (IRBI.2011)
Kerugian akibat bencana gempa bumi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006, sektor perumahan 15,3 trilyun rupiah, sektor Sosial 4 trilyun rupiah, sektor produktif 9 trilyun rupiah, infrastruktur 0,6 trilyun rupiah, sedangkan korban meninggal 5.716 jiwa, rumah hancur total dan rusak berat 206.504 unit, rumah rusak sedang/ringan 85.354, bangunan pendidikan 1.900 sekolah roboh, pasar 21 unit rusak/roboh, Puskesmas dan Rumah Sakit 67 Puskesmas rusak/roboh, jembatan 3 unit rusak ringan (berbagai sumber,TTN,2007; Setiawan 2007) mencapai 45 trilyun. Dimasa yang akan dating sangat penting menupayakan pengurangan risiko bencana yang diawali dari pemerintah kabupaten dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Upaya pengurangan resiko bencana dengan Sistem Nasional Penanggulangan Bencana berdasarkan Undang–Undang Republik Indonesia No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, merupakan amanah yang harus segera diimplimentasikan pada tugas–tugas pokok pemerintah daerah. Masyarakat yang membangun rumah setelah usai program rehabilitasi dan rekonstruksi, tidak ada lagi pendampingan dari perguruan tinggi, LSM, Donatur, Perkumpulan Ahli ataupun perorangan, diperkirakan masyarakat luas membangun tidak berdasarkan kaidah-kaidah bangunan tahan gempa, namun membangun rumah dengan sekehendaknya sendiri. Hal ini dapat dipahami dengan mendekatan sosial bahwa yang membangun rumah tahan gempa adalah orang-orang yan menjadi korban gempabumi, baik kerusakan kecil, sedang maupun berat. Dengan pendampingan dari berbagai elemen baik pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri.
Pembangunan rumah tinggal sederhana tanpa pengetahuan dan ketrampilan pengurangan risiko bencana dapat menimbulkan korban jiwa diwaktu-waktu mendapat bila terjadi peristiwa gempa bumi.
Artikel selengkapnya
Komentar Terbaru