Penanganan Permasalahan Transportasi Perkotaan Di Perbatasan Kota Yogyakarta Kabupaten Sleman Kabupaten Bantul
Kota Yogyakarta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perekonomian, pendidikan, dan pariwisata berbasis budaya. Urbanisasi di kota Yogyakarta ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk yang tinggi. Menurut BPS Provinsi DIY (2016), pada tahun 2015 jumlah penduduk DIY mencapai 3.679.176 jiwa dengan
kepadatan penduduk tercatat 1.555 jiwa per km. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta, mencapai 12.699 jiwa per km dengan luas wilayah yang hanya 1,02% dari luas wilayah DIY. Dampaknya, terjadi luapan
kegiatan di kota menuju ke arah wilayah pinggiran perkotaan (urban fringe) yang berbatasan dengan wilayah administratif Kota Yogyakarta.
Wilayah Kota Yogyakarta secara fungsional telah tumbuh dan berkembang melampaui batas wilayah administratifnya sehingga membentuk suatu sistem perkotaan yang menyatu dalam lokasi atau kawasan
tertentu (aglomerasi) yang disebut sebagai Kawasan Perkotaan Yogyakarta, meliputi Kota Yogyakarta, sebagian wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta.
Fenomena aglomerasi dimana perkembangan perkotaan Yogyakarta telah melebihi batas wilayah administratif dan pesatnya pertumbuhan daerah-daerah pinggiran di Kawasan Perkotaan Yogyakarta menimbulkan
berbagai permasalahan khas suatu wilayah perkotaan yaitu menyangkut pelayanan infrastruktur perkotaan, terutama pada sektor tata ruang, persampahan, air bersih, air limbah, dan transportasi. Sektor transportasi menjadi sorotan akhir-akhir ini, dimana kondisi perkotaan Yogyakarta yang semakin padat menuntut perhatian lebih pada penanganan sektor transportasi.
Perkembangan pariwisata serta pembangunan di Perkotaan Yogyakarta mulai dari pemukiman, hotel, pusat-pusat perbelanjaan, dan pusat-pusat kuliner menyebabkan potensi-potensi kemacetan mulai terlihat. Munawar dalam UGM (2013) menyebutkan bahwa tingkat kemacetan dari seluruh ruas jalan utama Perkotaan Yogyakarta tiap harinya mencapai 7% dan akan meningkat 45% pada tahun 2023 sehingga perlu diambil langkah serius.
Permasalahan transportasi menjadi kompleks ketika terjadi di wilayah perbatasan dan bersifat lintas batas administratif. Isu transportasi secara alamiah menjadi isu regional (kewilayahan) karena berbagai permasalahan transportasi seperti kemacetan lalulintas, polusi udara, dan manajemen kecelakaan tidak dapat diatasi secara efektif jika dilakukan oleh pemerintah setempat secara individual. Permasalahan transportasi
yang memiliki eksternalitas lintas daerah tidak mungkin dilakukan dan ditangani oleh daerah sendiri, diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar daerah karena urusan tersebut akan lebih efisien dan optimal jika dikelola bersama sebagai satu sistem tanpa melihat batas wilayah administratif.
judul1-1_2018
Komentar Terbaru