PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATIF BIO-FUEL UNTUK MEWUJUDKAN DESA MANDIRI PANGAN DAN ENERGI BERBASIS UMBI-UMBIAN

Terjadinya krisis energi di Indonesia berdampak pula pada perkembangan sektor industri yang pada akhir-akhir ini banyak mengalami penurunan baik dalam profit maupun kuantitasnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya krisis energi, diantaranya
– Berkurangnya subsidi pemerintah terhadap BBM
– Melonjaknya harga minyak mentah dunia yang berkisar antara 60 -70 dolar per barrel
– Permintaan BBM dalam negeri jumlahnya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk – Cadangan minyak bumi yang kian terbatas (tinggal 18 tahun)
– Indonesia saat ini murni pengimpor minyak
– Rencana pemerintah menaikkan solar industri sebesar 15 % dalam waktu dekat. Lahirnya Inpres No. 10/2005 tentang hemat energi tampaknya merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengatasi kelangkaan energi yang dari waktu ke waktu makin parah. Langkah untuk menghemat listrik dan BBM itu memang cukup logis dan relevan sehingga patut didukung. Tapi Inpres ini hanyalah merupakan penyelesaian parsial dan tidak menyeluruh. Tantangan berdimensi global yang tengah kita hadapi adalah bagaimana agar dapat menjamin ketersediaan sumber daya minyak bumi secara berkelanjutan? Dalam jangka pendek berupa kelangkaan pasokan BBM bersubsidi. Sedangkan dalam jangka menengah dan panjang berupa terganggunya keamanan pasokan energi (energy security of supply) berbasis minyak. Rencana jangka panjang, bangsa ini bisa memenuhi kebutuhan energinya yang setiap tahun terus meningkat. Kian meningkatnya konsumsi bahan bakar diesel baik di sektor otomotif maupun industri dan perbandingan volume antara produksi dan konsumsi dalam negeri yang sudah tidak seimbang ini adalah konsekuensi logis terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Hal ini bisa diprediksi dari data produksi minyak solar dan minyak diesel tahun 2003 sekitar 17,0 juta KL, sedangkan total konsumsi mencapai 26,4 juta KL (165 juta barrel), sehingga harus diimpor sebesar 9,4 juta KL (35,7% dari total konsumsi). Dari sisi kuantitas terlihat gambaran kekurangan pasokan bahan bakar diesel di Indonesia.
Komentar Terbaru