PELAKSANAAN DESENTRALISASI URUSAN WAJIB BIDANG PERTANAHAN DI KABUPATEN BANTUL

Sejak ditetapkannya Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta yang ditetapkan pada tanggal 3 Maret 1950 dan diundangkan pada
tanggal 4 Maret 1950, urusan agraria (tanah) sudah menjadi urusan rumah tangga Daerah Istimewa Jogjakarta demikian juga pada waktu Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Jogjakarta yang ditetapkan pada tanggal 8 Agustus 1950 dan diundangkan pada tanggal 8 Agustus 1950, urusan agraria (tanah) sudah menjadi urusan rumah tangga Kabupaten Bantul, jadi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 maupun Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950, secara yuridis Kabupaten Bantul harus mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, namun kenyataannya baik secara de facto maupun de jure, Kabupaten Bantul tidak dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dikarenakan kewenangan-kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 masih tetap berada di Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta, berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 secara tegas dinyatakan bahwa :
“ Daerah Istimewa Jogjakarta dapat mengurus urusan agraria sesuai dengan kemampuannya” Hal ini berarti dalam masalah pertanahan (agraria) Daerah Istimewa Jogjakarta dapat mengatur dan mengurus pertanahan (agraria) tersebut sebagai urusan rumah tangganya sendiri, sejak diberlakukannya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria di Jogjakarta pada tahun 1980, Daerah Istimewa Jogjakarta tidak dapat mengatur dan mengurus pertanahan (agraria) sebagai urusan rumah tangganya karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menganut prinsip kesatuan hukum agraria untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, namun pengaturan mengenai masalah pertanahan di Daerah Istimewa Jogjakarta masih dapat memberlakukan ketentuanketentuan khusus, terutama tanah-tanah yang masih dibawah kekuasaan Kasultanan dan Pakualaman, yakni Rijksblad Kasultanan dan Rijksblad Pakualaman sampai sekarang belum sepenuhnya berada di bawah pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. Pada saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, Kabupaten Bantulbelum dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan berakhirnya kekuasaan Orde Baru pada bulan Mei 1998 timbul berbagai tuntutan dari masyarakat, yang antara lain menghendaki adanya perubahan segera terhadap kebijakan dan pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tuntutan tersebut berkaitan dengan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan prinsip otonomi daerah
yang nyata dan bertanggungjawab, serta peletakan titik berat otonomi daerah pada daerah tingkat II, sebagaimana dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan di Daerah Jo. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap. MPR-RI) Nomor IV/MPR/1973 Tentang Garis Garis Besar Haluan Negara. Prinsip otonomi daerah yang nyata dan beatanggungjawab yang telah dilaksanakan sejak tahun 1974, belum dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan walaupun sudah didukung adanya pelaksanaan proyek percontohan otonomi daerah sampai dua kali tahapan, yaitu 25 April 1995 – 25 April 1997 dan 25 Apri1 1997 – 25 April 1999.
Komentar Terbaru