PEMANFAATAN MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) SEBAGAI BAHAN BAKAR MINYAK PENGGANTI SOLAR

Krisis energi dunia yang terjadi pada dekade terakhir ini membawa dampak yang signifikan terhadap harga bahan bakar minyak, telah mendorong pengembangan energi alternatif dari sumber energi yang terbarukan. Salah satu energi alternatif yang saat ini marak dikembangkan adalah biodiesel yang
mempunyai kelayakan teknologi yang cukup tinggi. Telah banyak dilakukan uji coba pembuatan biodiesel dengan menggunakan berbagai tanaman penghasil
minyak, seperti minyak sawit, minyak biji jarak pagar, minyak biji kapas maupun minyak biji nyamplung. Dari berbagai tanaman penghasil minyak tersebut, yang paling potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak biji nyamplung dikarenakan beberapa kelebihan yang dimilikinya yaitu rendemennya relatif tinggi (50-73%) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan pangan. Selain itu nyamplung memiliki keunggulan lain yaitu
(1) sebaran tegakan alami yang tersebar secara merata di seluruh Indonesia, regenari mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan
(2) produktifitas lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain, (jarak pagar 5 ton/ha, sawit 6 ton/ha, nyamplung 20 ton/ha)
(3) tanaman relatif mudah dibudidayakan
(4) cocok didaerah beriklim kering
(5) hampir semua bagian tanamannya berdayaguna dan menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi
(6) tanaman nyamplung berfungsi sebagai windbreaker/perlindungan untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan pantai dan
(7) pemanfaatan biji nyamplung sebagai biodiesel dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar. Nyamplung termasuk dalam marga Callophylum yang mempunyai sebaran cukup luas di dunia yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat dan Amerika Selatan. Di Indonesia sendiri tanaman nyamplung tersebar mulai Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku hingga Nusa Tenggara dan Papua. Sampai dengan saat ini potensi alami nyamplung di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun data dari PUSLITBANG Departemen Kehutanan RI menyebutkan bahwa dari hasil penfasiran tutupan lahan dari citra satelit + Landsat7 ETM diseluruh pantai di tiap provinsi di Indonesia (2003) diduga tegakan alami nyamplung mencapai total luasan 480.000 Ha yang terdiri dari 255.300 Ha bertegakan alami nyamplung dan 225.400 Ha merupakan tanah kosong dan belukar yang potensial untuk penanaman nyamplung. Dari dugaan luasan tegakan alami yang ada tersebut jika 10% nya saja merupakan tegakan produktif dengan produktifitas minimal 50 kg perpohon maka dugaan total produksi sebesar 500 ribu ton yang setara dengan 255 juta liter biodiesel, 3,8 juta ton pupuk organik, 72 ribu ton pakan ternak, 18 ribu ton gliserin dan bahan oleokimia lain yang kesemuanya bernilai sekitar 5,02 trilyun rupiah.
2009jrdagustus4
Komentar Terbaru