IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI BIDANG PENDIDIKAN (Studi tentang Upaya Peningkatan Peran Perempuan dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Bantul)

Isu pengarusutamaan gender di Indonesia bergulir sejak Pemerintah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1984. Kemudian pada tahun 2000, dengan dikeluarkannya Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Pemerintah menginstruksikan kepada semua jajarannya untuk melaksanakan hal tersebut. Konsekuensi dari kebijakan tersebut berarti
bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di semua sektor, termasuk sektor pendidikan. Kebijakan Pengarusutamaan Gender ini bukan merupakan kebijakan yang hanya diimplementasikan dalam bentuk kegiatan atau program saja, namun juga dalam bentuk implementasi ide atau dengan merubah cara pandang dan cara pikir. Keterlibatan perempuan sebagai pengambil keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini dipandang masih relatif kurang. Hal ini membawa dampak kurang terwakilinya perempuan dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan sehingga apa yang menjadi keinginan dan aspirasinya
kurang dapat terwadahi, termasuk di dalamnya upaya untuk peningkatan pendidikan kaum perempuan. Masih kurangnya keterlibatan kaum perempuan dalam penyelenggaraan pendidikan dibanding laki-laki ini disebabkan salah satunya oleh diskriminasi gender. Konsep gender merupakan konstruksi sosio kultural. Pada prinsipnya gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis kelamin. Konsep gender membedakan 2 jenis manusia berdasarkan kepantasannya. Dengan
kata lain manusia menciptakan ”kotak” untuk laki-laki dan ”kotak” untuk perempuan sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya. Menurut konsep ini, keterlibatan perempuan dalam pembuatan
kebijakan dianggap tidak penting, karena perempuan dengan ”kodratnya” yang cenderung didominasi oleh emosi dianggap tidak mampu untuk membuat dan mengambil keputusan. Dengan peran perempuan yang masih relatif rendah dibanding laki-laki tersebut, maka kebijakan yang diambil kurang memperhatikan aspirasi perempuan atau dengan kata lain bisa terjadi bias gender dalam kebijakan yang diambil. Oleh karena itu, keterlibatan kaum perempuan dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan kebutuhan yang harus diperhatikan dalam rangka menghilangkan kesenjangan
gender, karena keterlibatan perempuan dalam penyelenggaraan pendidikan akan menjadi dasar bagi terciptanya
kesempatan bagi perempuan dan akan mempunyai andil guna membuka peluang akses dan kontrol yang lebih besar.
Pemerintah Kabupaten Bantul, sebagai pelaksana Pengarusutamaan Gender (PUG) telah berusaha melaksanakan Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yaitu dengan menerbitkan Surat Edaran No. 411.4 / 6713 tentang Pengarusutamaan Gender, yang ditujukan kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor/Bagian di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul. Hal ini menunjukkan wujud keseriusan dalam upaya menjamin kesetaraan dan
keadilan gender di Kabupaten Bantul. Penelitian ini berusaha untuk melihat sejauh mana implementasi kebijakan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan dalam rangka peningkatan peran perempuan dalam penyelenggaraan pendidikan, serta berusaha melihat faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan tersebut.
Komentar Terbaru