ZAT WARNA ALAMI

Warna sintetis telah lama digunakan sebagai pewarna dalam berbagai bidang terutama pewarna kain tekstil dan batik. Kadang kala warna sintetis digunakan sebagai pewarna makanan sebagai contoh rodamin B, yang sering digunakan sebagai pewarna saos dan sambal.
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di dalam air. Struktur kimia zat warna merupakan gabungan zat organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom. Zat organik tidak jenuh adalah molekul zat warna yang berbentuk senyawa aromatik yang terdiri dari hidrokarbon aromatik, fenol dan senyawa yang mengandung Nitrogen. Kromofor adalah pembawa warna sedangkan auksokrom adalah pengikat antara warna dengan serat.
Industri tekstik dan produsen batik lebih suka menggunakan pewarna sintetis dibandingkan warna alami karena warna sintetis lebih stabil (tidak mudah luntur), variasi warna tidak terbatas, warna lebih menyala dan harganya murah. Faktor lain yang sangat penting adalah warna sintetis dapat diproduksi skala industri sehingga dapat menjamin kontinuitas penyediaan warna dengan produk terstandar. Di sisi lain, efek aplikasi warna sintetis sangat berbahaya bagi lingkungan karena semua pewarna sintetis bersifat karsinogen sebagai contoh Rodamin (warna merah). Dalam struktur Rodamin mengandung klorin. Klorin adalah suatu oksidator yang mudah bereaksi dengan senyawa lain menghasilkan senyawa terklorinasi. Apabila tertelan masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga memungkinkan membentuk sel sel abnormal (pemicu kanker).
Penetrasi limbah warna sintetis batik kini telah dirasakan oleh warga Desa Lawean, Solo, Jawa Tengah. Akibat penetrasi limbah batik di Lawean adalah pencemaran air sumur, air sungai dan lahan pertanian. Air sumur di Desa Lawean mengandung zat warna sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari hari. Limbah yang dibuang ke sungai menyebabkan tidak ada spesies ikan yang dapat bertahan hidup.
Mengingat efek toksik dari zat warna sintetis, maka sangat penting untuk mengembangkan warna alami. Ada banyak warna alam yang sudah digunakan secara turun temurun oleh pengrajin batik di daeah Imogiri-Bantul- Yogyakarta. Tabel 1 menampilkan bahan baku warna alami dan warna yang dihasilkan (http:// yulutrip.blogspot.co.id/2014/05/15-pewarna-alami-untuk-textile_21.html)dan http://kumpulantugassekolahnyarakabintang.blogspot.co.id/2014/11/pewarna-alami-tumbuhan.html)
Peningkatan kebutuhan warna alami disebabkan karena permintaan ekspor batik dengan warna alami dari beberapa negara semakin meningkat. Negara negara seperti Jepang, Jerman telah memberlakukan undang undang telah pembatasan penggunaan warna sintetis. Momen ini dapat ditangkap sebagai peluang untuk Indonesia karena pada saat ini ketersediaan warna alami masih sangat terbatas disebabkan karena ketersediaan bahan baku yang terbatas. Faktor lain yang menjadi kendala adalah teknologi zat warna alami masih belum berkembang di kalangan pembatik dan produsen zat warna.
Zat warna alami dapat menggantikan warna sintetis karena mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan warna sintetis, yaitu
- Tidak beracun oleh karena itu aman digunakan dalam makanan, obat obatan, kosmetik dan tekstil.
- Ramah lingkungan karena sifatnya biodegradable.
- Berasal dari sumber terbarukan (bukan dari fraksi minyak bumi).
Kelemahan warna alami adalah tidak stabil, tidak terstandar, variasi warna terbatas, bahan baku terbatas dan akan bersaing dengan lahan pertanian. Kelemahan lain adalah warna yang dihasilkan akan berbeda walaupun dari tanaman yang sama karena tempat tumbuh, usia tanaman dan iklim sangat berpengaruh terhadap kandungan dan komposisi zat warna. Untuk mengurangi hambatan hambatan pengembangan komersialisasi warna alami, maka ada beberapa cara yang dapat mendorong komersialisasi warna alami, yaitu :
- Kebijakan pemerintah dalam bentuk undang undang untuk membatasi penggunaan warna sintetis,
- Pengembangan teknologi produksi zat warna alami untuk menghasilkan warna terstandar,
- Pemanfaatan lahan marginal untuk memproduksi bahan baku warna alami.
Pembentukan Undang undang dan penyediaan lahan merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan penyediaan teknologi produksi adalah tanggung jawab universitas dan peneliti, baik peneliti yang ada di industri maupun lembaga penelitian. Tabel 1 dibawah ini menampilkan daftar tanaman sumber zat warna alami dan warna yang dihasilkan.
Komentar Terbaru