MEMPERERAT PERSAUDARAAN MELALUI MEDIA SENI TRADISI 1) FESTIVAL BUDAYA NITIPRAYAN
Manusia adalah mahkluk sosial yang selalu ingin berkomunikasi dan menjalin
hubungan sosial dengan sesamanya. Di mana pun, saat kapan pun jalinan sosial antar manusia tidak akan pernah terhenti, selama manusia saling mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Hubungan antar manusia
biasanya didasari oleh berbagai kepent ingan ter tentu. Bahkan perbedaan hubungan sosial antar manusia dipengaruhi pula oleh perbedaan-perbedaan status dan kedudukan seseorang.
Adanya perbedaan tersebut , s e r i n g k a l i memi c u t imb u l n y a kepent ingan ter tentu, sehingga melahirkan konflik. Melalui media kesenian, konf l ik kepent ingan diharapkan dapat diminimalkan. Mereka mempunya i ke b e b a s an d a l am mengekspresikan diri baik melalui gerakan, bunyi-bunyian, ucapan dan sebagainya. Dengan berkesenian manusia dapat mengekspersikan diri s e c a r a l e l u a s a , me l u p a k a n permasalahan, serta bersenang-senang menghibur diri. Kesenian merupakan salah satu kebutuhan manusia yang tidak mungkin hilang.
Fes t ival Budaya Ni t iprayan merupakan salah satu contoh ekspresi kesenian yang dimiliki oleh warga masyarakat Nitiprayan, Gumuk dan Jomegatan. Ajang kesenian ini telah dilakukan warga sebanyak tiga kali, semenjak tahun 2003. Dari beberapa kali penyelenggaraan festival seni ini banyak manfaat yang bisa dipetik oleh warga. Salah satu diantaranya adalah Festival Budaya Nitiprayan merupakan salah satu wadah bagi terciptanya hubungan persaudaraan di antara warga, yang konon di era global saat ini hubungan persaudaraan antar manusia menjadi luntur. Penel i t ian ini berawal dar i k e t e r t a r i k a n p e n e l i t i d a r i penyelenggaraan Festival Budaya Nitiprayan yang dinilai cukup “sukses” dari tahun ke tahun. Hingga saat ini Festival Budaya Nitiprayan telah diselenggarkan tiga kali, sejak tahun 2003 selalu mendapat dukungan yang positif dari warga setempat maupun masyarakat secara umum. Setiap tahun, festival budaya ini mempunyai tema-tema tertentu, berdasarkan kondisi aktual dusun. Dari ketiga penyelenggaraan festival, tema yang diangkat selalu mengedepankan kondisi pedesaan dengan mengutamakan rasa kebersamaan. Tema-tema tersebut adalah Festival Seni Desa (2003);
Kenduri Desa Minta Hujan (2004); serta Kenduri Seni Tiga Saudara (2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa perhelatan budaya yang dilakukan oleh warga masyarakat Nitiprayan, Gumuk serta Jomegatan, pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama. Apabila dikaitkan dengan pendapat Ahimsa-Putra (2000: 35), maka Festival Budaya Nitiprayan (FBN) merupakan salah satu bentuk apresiasi warga dalam berkesenian, sehingga mempunyai maksud, tujuan serta makna tertentu. Kemudian, secara kontekstual FBN dapat dilihat sebagai gejala sosial warga masyarakat, yang d i h u b u n g k a n d e n g a n a d a n y a kepentingan-kepentingan tertentu, baik secara sosial, ekonomi, budaya maupun politik.
Rupanya, kebutuhan estetik warga semakin mengemuka mengiringi pemenuhan akan kebutuhan primer, kebutuhan s e kunde r, maupun kebutuhan int egra t i f l a innya .
S e s e d e r h a n a a p a p u n , d a l am pemahaman Geertz (1973), FBN telah
memposisikan kesenian sebagai model simbol atau kognisi bagi warga masyarakat Nitiprayan, Jomegatan maupun Gumuk untuk s a l ing
b e r k omu n i k a s i , me l e s t a r i k a n , menghubungkan pengetahuan,
bertindak untuk memenuhi kebutuhan
integrat i f yang terkai t dengan
pengungkapan estetiknya.
Di dalam perspektif lain, dengan
adanya FBN merupakan realitas yang
mengisyaratkan pentingnya praktik
kesenian, dalam istilah Rappaport
(1968), sebagai strategi adaptasi dari
seseorang atau kelompok masyarakat
tertentu, untuk memenuhi kebutuhan
estetikanya dalam menghadapi kondisi
lingkungan tertentu. Hal ini tercermin
dari ketiga tema yang diangkat dalam
pelaksanaan FBN, yang selalu
mengedepankan kondisi lingkungan
desa yang sedang terjadi. Dukungan
dari berbagai elemen masyarakat
terhadap perhelatan budaya ini, kiranya
p a t u t d i j a d i k a n c o n t o h b a g i
terselenggaranya berbagai ajang
kesenian di daerah-daerah lain.
Penelitian ini dilakukan pada tahun
2005, yakni saat FBN ke III, digelar
masyarakat. Namun demikian, data
sekunder yang mendukung penelitian
ini diperoleh dari berbagai buku, artikel,
maupun sumber-sumber tertulis
lainnya, jauh sebelum FBN berlangsung.
Guna mendukung keabsahan data,
maka penelitian ini juga ditunjang
dengan wawancara kepada tokoh
masyarakat setempat, para seniman,
aparat pemerintahan, serta warga
masyarakat secara umum. Penelitian ini
bersifat deskripsi-kualitatif, dalam arti
bahwa analisis yang digunakan dalam
kajian ini sangat mengutamakan data
yang diperoleh secara holistik,
berdasarkan hasil komunikasi serta
Komentar Terbaru